Dengan nama Allah Yang Maha Pengasih lagi Maha Penyayang.
Allah ta’ala berfirman (yang artinya), “Tidaklah Aku ciptakan jin dan manusia melainkan supaya mereka beribadah kepada-Ku.” (QS. Adz-Dzariyat : 56)
Kaum muslimin yang dirahmati Allah, setiap insan mendambakan hidup yang bahagia, sejahtera, dan selamat di dunia dan di akhirat. Tentu hal ini membutuhkan cara dan sarana untuk meraihnya. Allah ta’ala yang maha bijaksana dan maha mengetahui, telah menciptakan manusia demi mewujudkan ibadah kepada-Nya; yang hal itu merupakan sumber kebahagiaan hidup dan keselamatan mereka.
Allah tidak menelantarkan hamba-hamba-Nya begitu saja. Allah telah mengutus para rasul untuk menerangkan kepada umat manusia jalan yang benar untuk menggapai kebahagiaan itu di dalam kehidupan mereka. Allah ta’ala berfirman (yang artinya), “Sungguh Kami telah mengutus kepada setiap umat seorang rasul yang menyerukan; Sembahlah Allah dan jauhilah thaghut.” (QS. An-Nahl : 36)
Kaum muslimin yang dirahmati Allah, ibadah kepada Allah inilah yang menjadi sumber kebahagiaan dan ketentraman. Allah memerintahkan ibadah ini kepada segenap manusia yang hidup di muka bumi ini dengan firman-Nya (yang artinya), “Wahai umat manusia, sembahlah Rabb kalian; yaitu yang telah menciptakan kalian dan orang-orang sebelum kalian, mudah-mudahan kalian bertakwa.” (QS. Al-Baqarah : 21)
Ibadah kepada Allah adalah dengan melakukan apa-apa yang dicintai dan diridhai oleh Allah, baik berupa ucapan maupun perbuatan, yang tampak ataupun yang tersembunyi. Ibadah kepada Allah ditegakkan di atas kecintaan dan pengagungan kepada-Nya, dibarengi dengan rasa takut dan harap kepada-Nya. Ibadah kepada Allah inilah yang akan membuahkan keselamatan di akhirat. Allah ta’ala berfirman (yang artinya), “Maka barangsiapa yang mengharapkan perjumpaan dengan Rabbnya, hendaklah dia melakukan amal salih dan tidak mempersekutukan dalam beribadah kepada Rabbnya dengan sesuatu apapun.” (QS. Al-Kahfi : 110)
Ibadah kepada Allah tidak bisa terwujud kecuali dengan bimbingan dan pertolongan-Nya. Oleh sebab itulah setiap hari kita berdoa di dalam sholat ‘ihdinash shirathal mustaqim’ yang maknanya, “Ya Allah, tunjukilah kami jalan yang lurus.” Karena tanpa hidayah dari Allah seorang hamba tidak akan bisa beribadah dengan benar kepada-Nya. Allah ta’ala berfirman (yang artinya), “Maka barangsiapa yang mengikuti petunjuk-Ku niscaya dia tidak akan sesat dan tidak pula celaka.” (QS. Thaha : 123)
Sementara hidayah kepada jalan yang lurus ini, hidayah menuju surga dan kenikmatan yang abadi tidak akan bisa dicapai kecuali dengan membersihkan iman, memurnikan ibadah kepada Allah dan menyingkirkan segala kotoran akidah. Allah ta’ala berfirman (yang artinya), “Orang-orang yang beriman dan tidak mencampuri keimanan mereka dengan kezaliman/syirik, mereka itulah orang-orang yang mendapatkan keamanan dan mereka itulah orang-orang yang diberikan petunjuk.” (QS. Al-An’aam : 82)
Keimanan yang hakiki, bukan keimanan yang hanya berhenti pada pengakuan dan simbol-simbol kebanggaan. Hasan al-Bashri rahimahullah mengatakan, “Bukanlah iman itu dengan angan-angan ataupun memperindah penampilan luar, akan tetapi iman adalah apa-apa yang tertancap di dalam hati dan dibuktikan dengan amalan.”
Sebagaimana disinggung dalam sebuah sya’ir, “Semua orang mengaku punya hubungan istimewa dengan Laila, akan tetapi Laila tidak merestui pengakuan mereka.” Demikian pula, tidak sedikit orang yang setiap hari mengucapkan kalimat tauhid dengan lisannya akan tetapi perbuatan dan tingkah-lakunya jauh dari keindahan tauhid dan kemurnian akidah islam. Bergelimang dengan kemungkaran dan kezaliman. Aduhai, alangkah indahnya apabila apa yang dilakukan sesuai dengan apa yang diucapkan…
Kaum muslimin yang dirahmati Allah, kemurnian akidah Islam dan kebersihan tauhid dari segala kotoran penyimpangan adalah sarana untuk menggapai kebahagiaan yang kita idam-idamkan. Dan hal ini tidak mungkin terwujud kecuali dengan terus belajar dan belajar memahami ajaran agama kita yang mulia. Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Barangsiapa yang Allah kehendaki kebaikan padanya, maka Allah akan pahamkan kepadanya agama.” (HR. Bukhari dan Muslim)
Sudah sewajarnya -bahkan wajib- bagi seorang muslim dan muslimah untuk mempelajari Islam yang dengan itu akan tegaklah keimanan, tauhid, dan ketakwaan di dalam dirinya. Allah menegaskan bahwasanya hanya orang yang berakidah yang lurus dan beramal salih lah yang akan mendapatkan curahan hidayah dan keberuntungan hidup. Allah berfirman (yang artinya), “Mereka itulah yang berada di atas petunjuk dari Rabb mereka, dan mereka itulah orang-orang yang beruntung.” (QS. Al-Baqarah : 5)
Allah ta’ala juga berfirman (yang artinya), “Demi masa. Sesungguhnya manusia itu benar-benar berada dalam kerugian, kecuali orang-orang yang beriman, beramal salih, saling menasihati dalam kebenaran, dan saling menasihati dalam menetapi kesabaran.” (QS. al-‘Ashr : 1-3)
Seorang muslim -demikian pula sebuah masyarakat- sangat mendambakan kesejahteraan dan kebahagiaan hidup. Sementara hal itu tidak bisa terwujud kecuali dengan bekal keimanan, amal salih, dakwah, dan kesabaran. Allah ta’ala juga berfirman (yang artinya), “Sesungguhnya Allah tidak akan mengubah keadaan suatu kaum sampai mereka mau mengubah apa-apa yang ada pada diri mereka sendiri.” (QS. Ar-Ra’d : 11)
Menegakkan nilai-nilai iman, tauhid, dan ketakwaan tentu membutuhkan usaha, kerja keras, dan perjuangan. Dan semua itu tidak akan bisa terlaksana kecuali dengan pertolongan dari Allah subhanahu wa ta’ala, bukan karena kehebatan akal, kekuatan fisik, dan segala kemampuan yang ada pada diri kita. Maka, seorang muslim akan selalu bersandar kepada Allah sebagaimana terkandung dalam kalimat yang selalu dia baca di dalam sholat, ‘Iyyaka na’budu wa iyyaka nasta’in’; “Hanya kepada-Mu Ya Allah kami beribadah, dan hanya kepada-Mu kami meminta pertolongan.”
Kaum muslimin yang dirahmati Allah, meraih kesuksesan dan kemuliaan adalah tujuan dan cita-cita kita bersama. Meskipun demikian, ingatlah bahwa hal itu tidak bisa kita peroleh apabila kita terus membangkang kepada Allah dan Rasul-Nya serta menolak hukum dan syari’at-Nya. Allah ta’ala berfirman (yang artinya), “Barangsiapa yang menentang rasul setelah jelas baginya petunjuk, dan dia malah mengikuti selain jalan orang-orang beriman, maka Kami akan biarkan dia terombang-ambing dalam kesesatan yang dia pilih, dan Kami akan memasukkannya ke dalam Jahannam; dan Jahannam itu adalah seburuk-buruk tempat kembali.” (QS. An-Nisaa’ : 115)
Oleh sebab itu, Allah turunkan al-Qur’an kepada kita untuk membimbing kita menuju hidup yang bahagia. Allah turunkan al-Qur’an sebagai petunjuk bagi seluruh umat manusia. Allah jadikan al-Qur’an sebagai solusi atas segala problema dan perselisihan yang ada. Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Sesungguhnya Allah akan memuliakan dengan sebab Kitab ini beberapa kaum, dan Allah akan merendahkan sebagian kaum yang lain dengan kitab ini pula.” (HR. Muslim)
Umar bin Khaththab radhiyallahu’anhu, seorang khalifah dan pemimpin yang adil lagi bijaksana telah berpesan kepada kita, “Kami adalah suatu kaum yang Allah muliakan dengan Islam, maka kapan saja kami mencari kemuliaan dari selainnya, pasti kami akan menjadi hina atau dihinakan.” (HR. al-Hakim dalam al-Mustadrak)
Kaum muslimin yang dirahmati Allah, tauhid -yaitu beribadah kepada Allah dan menjauhi syirik- merupakan intisari dan pokok materi ajaran al-Qur’an, bahkan inilah muatan utama dakwah para rasul ‘alaihimus salam. Apabila kita serius mencari kebahagiaan dan mengejar kemuliaan, sudah semestinya kita kembali kepada Allah, kembali kepada Kitabullah dan Sunnah Nabi-Nya shallallahu ‘alaihi wa sallam, mewujudkan nilai-nilai tauhid di dalam diri kita, keluarga kita, dan masyarakat kita. Dengan cara itulah, hamba-hamba Allah akan meraih kebahagiaan yang sesungguhnya.
Kita tentu mengharapkan sebuah negeri yang tentram, baldatun thoyyibatun wa robbun ghofur. Negeri yang sejahtera dan mendapatkan limpahan rahmat dan ampunan Allah. Sementara negeri yang seperti itu tidaklah bisa terwujud jika umat Islam masih bergelimang dengan berbagai bentuk penyimpangan tauhid dan akidah. Karena itulah para ulama dan pembesar umat Islam di negeri ini semenjak dahulu senantiasa menyerukan untuk membersihkan umat dari TBC/Takhayul, Bid’ah dan Churafat. Inilah sesungguhnya dakwah Islam yang akan membawa kemajuan dan kesejahteraan.
Saudaraku yang dirahmati Allah, Islam adalah agama yang menebarkan kasih sayang. Islam bukan agama yang menebarkan teror dan kekacauan. Islam menjunjung tinggi keadilan dan hak-hak manusia. Jika kita risih melihat kezaliman kepada binatang, kepada manusia, kepada orang yang tak bersalah dan kaum tertindas, maka semestinya kita risih dan resah tatkala akidah Islam dicabik-cabik dan dinodai oleh berbagai penyimpangan keyakinan dan pemahaman. Kalau anda tidak senang apabila ayah ibu anda dicela, guru anda dihujat, maka wajar dan layak jika anda pun tidak suka ketika syari’at Islam dihina, ketika para Sahabat Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam direndahkan, ketika syirik dibela dengan dalih kebebasan berekspresi dan hak asasi manusia!
Demikianlah sedikit nasihat bagi kami dan segenap umat Islam. Semoga Allah memberikan kepada kita taufik kepada ilmu yang bermanfaat dan amal salih. Dan semoga Allah memberikan taufik kepada para pemegang kekuasaan dan urusan umat Islam untuk mewujudkan apa-apa yang dicintai dan diridhai-Nya.
Kami memohon kepada Allah dengan segenap nama-nama dan sifat-sifat-Nya, semoga Allah berikan kepada negeri ini pemimpin yang mencintai rakyat dan rakyat pun mencintainya, pemimpin yang menegakkan keadilan di tengah-tengah umat manusia dan membawa bangsa ini menuju kemuliaan, kesejahteraan, dan keamanan.